Hak Cipta Sebagai Solusi, Bukan Momok – Sudut Pandang Lulusan SMK

What: Apa itu Hak Cipta

Hak Cipta di negara Indonesia diurus oleh DJKI alias Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Pada situs DJKI, tertuang definisi Hak Cipta sebagai berikut:

"Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak Terkait itu adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran."

(Sumber: https://www.dgip.go.id/menu-utama/hak-cipta/pengenalan)

Who: Siapakah yang dapat memiliki Hak Cipta

Siapa saja, tanpa memandang gelar pendidikan dan bahkan yang tidak pernah merasakan pendidikan formal sekalipun.

When: Kapankah kita memiliki Hak Cipta

Ketika kita menciptakan karya original dan karya tersebut termasuk dalam salah satu dari 11 Ciptaan yang dapat didaftarkan pada DJKI, yaitu sebagai berikut:

  1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
  2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
  3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
  4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
  5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
  6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
  7. Arsitektur;
  8. Peta;
  9. Seni Batik;
  10. Fotografi;
  11. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Why : Kenapa ada hak cipta?

Sejarah singkat hak cipta:

  • Tahun 1710: Parlemen Inggris mengesahkan Statute of Anne — undang-undang hak cipta modern pertama, yang dipengaruhi oleh Stationers’ Company. (Statute of Anne (1710), Sebagai undang-undang hak cipta modern pertama)
  • Abad ke-16–18: Stationers’ Company di Inggris mengelola hak cetak melalui Stationers’ Register. Ini adalah sistem monopoli penerbitan (guild swasta), bukan lembaga negara atau perlindungan hak cipta pengarang. (Stationers’ Company, Stationers’ Register)
  • Abad ke-19: Prusia menerapkan undang-undang hak cipta pada tahun 1837, dan setelah penyatuan Jerman tahun 1871, dibentuk Undang-Undang Hak Cipta Kekaisaran Jerman (1870–1871). Namun, tidak ada kantor hak cipta negara terpusat seperti di Amerika Serikat. AS mulai memusatkan pendaftaran hak cipta di Library of Congress tahun 1870 dan mendirikan U.S. Copyright Office tahun 1897. (Undang-undang hak cipta Prusia 1837, Sejarah U.S. Copyright Office)

Sejarah Perkembangan Perlindungan Kekayaan Intelektual (KI) (di era hindia belanda-Indonesia)

Era Kolonial (1840–1945)

  • 1844 – Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI.
  • 1885 – Disahkan UU Merek.
  • 1910 – Disahkan UU Paten.
  • 1912 – Disahkan UU Hak Cipta.
  • Keanggotaan internasional – Hindia Belanda bergabung dengan Paris Convention (1888) dan Berne Convention (1914).
  • Pendudukan Jepang (1942–1945) – Seluruh peraturan HKI kolonial tetap berlaku.

Awal Kemerdekaan (1945–1960)

  • 17 Agustus 1945 – Proklamasi kemerdekaan. Berdasarkan UUD 1945, seluruh peraturan kolonial tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan konstitusi.
  • UU Hak Cipta dan UU Merek Belanda tetap berlaku.
  • UU Paten tidak berlaku karena pemeriksaannya berada di Octrooiraad Belanda.
  • 1953 – Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman nasional pertama tentang paten:
    • J.S. 5/41/4 (permintaan paten dalam negeri).
    • J.G. 1/2/17 (permintaan paten luar negeri).

Pembentukan Undang-Undang Nasional (1961–1985)

  • 11 Oktober 1961 – Disahkan UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek, undang-undang nasional pertama di bidang HKI. Berlaku 11 November 1961, sekaligus ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.
  • 10 Mei 1979 – Indonesia meratifikasi Paris Convention (Stockholm Revision 1967) dengan reservasi Pasal 1–12 dan Pasal 28 ayat (1).
  • 12 April 1982 – Disahkan UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, menggantikan UU kolonial, untuk melindungi karya ilmu, seni, sastra, dan mendukung kecerdasan bangsa.

Era Modern Awal (1986–1992)

  • 23 Juli 1986 – Dibentuk Tim Keppres 34/1986 untuk merumuskan kebijakan HKI, merancang UU baru, dan sosialisasi. Tim ini menyelesaikan revisi RUU Paten yang sempat mandek sejak 1982.
  • 19 September 1987 – Disahkan UU No. 7 Tahun 1987 sebagai perubahan UU Hak Cipta 1982 karena meningkatnya pelanggaran. Diikuti kesepakatan bilateral di bidang hak cipta.
  • 1988 – Didirikan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek (DJ HCPM) melalui Keppres No. 32/1988, menggantikan Direktorat Paten dan Hak Cipta lama.
  • 1 November 1989 – Disahkan UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten (mulai berlaku 1 Agustus 1991), menegaskan perlunya sistem paten untuk pembangunan teknologi dan menarik investasi asing.

Era Harmonisasi dan TRIPS (1992–2002)

  • 28 Agustus 1992 – Disahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, menggantikan UU Merek 1961 (berlaku 1 April 1993).
  • 15 April 1994 – Indonesia menandatangani Final Act Uruguay Round termasuk Persetujuan TRIPS.
  • 1997 – Dilakukan revisi menyeluruh pada UU Hak Cipta 1987 jo. UU 6/1982, UU Paten 1989, dan UU Merek 1992.
  • Tahun 2000 – Disahkan tiga UU baru:
    • UU No. 30/2000 tentang Rahasia Dagang.
    • UU No. 31/2000 tentang Desain Industri.
    • UU No. 32/2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  • Tahun 2001 – Disahkan:
    • UU No. 14/2001 tentang Paten (mengganti UU Paten 1989).
    • UU No. 15/2001 tentang Merek (mengganti UU Merek 1992).
  • Pertengahan 2002 – Disahkan UU Hak Cipta baru menggantikan yang lama (berlaku efektif setahun kemudian).

Perubahan Kelembagaan

  • 2011 – Nama Departemen Hukum dan HAM diubah menjadi Kementerian Hukum dan HAM RI (Keputusan Menteri No. M.HH-02.OT.01.01/2011).

Sumber: Sejarah Perkembangan Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) di Era Hindia Belanda - Indonesia

How : Bagaimana Hak Cipta Bekerja

Hak cipta bersifat otomatis, lalu kenapa harus mendaftar di DJKI? mendaftar di DJKI adalah proses pencatatan ciptaan, sehingga memudahkan masyarakat dalam melakukan dokumentasi terhadap ciptaannya. Artinya mencatatkan DJKI tentang suatu karya itu bukan melahirkan hak, tetapi mencatatkan hak yang sudah pernah ada.

Ketika mencatatkan ciptaan pada situs DJKI akan selalu akan ditanya kapan karya yg didaftarkan pertama kali dipublikasikan di Indonesia melalui form dan surat pernyataan yg disediakan.

Hak Eksklusif Pada Ciptaan :

  1. Hak Moral, yaitu hak yang melekat pada suatu ciptaan yang sifatnya abadi. Hak moral dalam suatu ciptaan/karya adalah: nama dari pencipta dan isi daripada ciptaan tersebut.
  2. Hak Ekonomi, yaitu hak yang melekat pada suatu ciptaan yang terkait dengan pemanfaatan suatu ciptaan, penggandaan, pendistribusian, komunikasi kepada publik. Jika ciptaan dialihkan ke pihak lain maka yang dialihkan adalah hak ekonominya saja, bukan hak moralnya.

Bolehkah menggunakan karya berhak cipta yang termasuk dalam kategori 11 Ciptaan yang dapat didaftarkan pada DJKI diatas ?

Jawabannya adalah :

  • Untuk penggunaan non komersial: Bebas.
  • Untuk penggunaan komersial: harus minta ijin kepada penciptanya. Ijin tersebut isinya adalah kesepakatan antara pengguna dan pencipta karya.

Sumber:

Lama Waktu Perlindungan Hak Cipta :

  • Perlindungan Hak Cipta : Seumur Hidup Pencipta + 70 Tahun.
  • Program Komputer : 50 tahun Sejak pertama kali dipublikasikan.
  • Pelaku : 50 tahun sejak pertama kali dipertunjukkan.
  • Produser Rekaman : 50 tahun sejak Ciptaan difiksasikan.
  • Lembaga Penyiaran : 20 tahun sejak pertama kali disiarkan.

Penutup: Bagaimana Saya Mendapatkan Ide Ini

Setelah selesai membaca 5W+1H yang menjelaskan hak cipta secara detail. Saya ingin menyampaikan bahwa artikel ini terinspirasi dari kisah hidup keluarga saya yang pernah di serang dengan kalimat yang tidak pas secara bahasa dan secara fungsional yang dilontarkan oleh seseorang yang diduga mengaku berpendidikan. Kalimat tersebut adalah ejekan kepada Ibu saya dan ejekan tersebut tertera dalam tanda petik dua ini : "tidak berpendidikan".

Kalimat dalam tanda petik tesebut sering digunakan dari jaman saya masih di bangku sekolah dasar sampai detik ini di dunia nyata maupun didunia maya. Kalimat tersebut biasanya digunakan pada saat diskusi atau perdebatan antara orang berpendidikan lebih tinggi dan orang berpendidikan lebih rendah

Fatalnya, kalimat tadi digunakan oleh orang orang yang memiliki pendidikan atau pemilik gelar dari berbagai kalangan, mulai dari orang biasa sampai pejabat yang muncul di televisi atau media publik untuk menyerang atau mematikan karakter seseorang. Padahal faktanya, kalimat tersebut sudah tidak tepat penggunaannya dan tidak tepat secara bahasa.

Perlu diketahui kalau kata "Pendidikan" adalah termasuk dalam kategori kata benda atau nomina yang artinya dalam KBBI adalah:

"Pendidikan: proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan."

(Sumber lengkap: https://luk.staff.ugm.ac.id/bahasa/Indonesia/2008Depdiknas-KamusBahasaIndonesia.pdf)

dan juga perlu diketahui bahwa kata benda alias nomina tidak dapat digabung dengan kata "tidak". Berikut definisi dan link sumbernya:

"nomina/no·mi·na/ n Ling: kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya rumah adalah nomina karena tidak mungkin dikatakan tidak rumah, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa;"

(Sumber lengkap: https://kbbi.web.id/nomina)

Jika kita melihat didalam KBBI dan mencari kata lainnya yang termasuk atau tergolong kata benda, maka Handphone, Apel, Gitar, Mobil akan termasuk didalam kelompok nomina atau kata benda.

Kemudian saya mencari di KBBI Online, ditemukan fakta bahwa "berpendidikan" adalah kata kerja dan tetap bukan kata sifat:

(Sumber lengkap: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berpendidikan)

Dari data diatas, saya terinspirasi untuk mencari kata sifat yang dapat mewakili sifat daripada Manusia, kemudian kata sifat yang saya temukan yaitu "Intelektual" yang secara fakta adalah termasuk kedalam dua kategori kata sekaligus yaitu nomina dan adjectiva (termasuk dalam kata benda dan kata sifat sekaligus). Inilah yang memancing dan menjadikan saya penasaran karena saya yakin pasti ada maksud didalam maksud dan alasan kenapa kata "intelektual" termasuk kedalam dua kategori kata(kata sifat dan kata benda), sedangkan kata pendidikan merupakan kata benda, dan kata berpendidikan merupakan kata kerja di KBBI.

"intelektual/in·telek·tu·al/ /inteléktual/ 1 a cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan; 2 n (yang) mempunyai kecerdasan tinggi; cendekiawan; 3 n totalitas pengertian atau kesadaran, terutama yang menyangkut pemikiran dan pemahaman"

(Sumber: https://kbbi.web.id/intelektual)

Kenapa saya begitu fokus kepada kata "Intelektual" dan "Pendidikan"?

Karena dua kata ini secara nyata ada dilingkup lembaga-lembaga resmi Pemerintah Pusat. Pendidikan ada di lingkup Kemendikdasmen dan Kemdiktisaintek dan Intelektual ada di DJKI (Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual), DJKI yang merupakan bagian daripada Kemenkumham RI.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155 TAHUN 2024 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188 TAHUN 2024 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 189 TAHUN 2024 TENTANG KEMENTERIAN PENDIDIKAN TINGGI, SAINS DAN TEKNOLOGI

Benar saja kawan, ketika mendaftarkan ciptaan di DJKI, tidak ada satu form pun yg mensyaratkan menuliskan pendidikan sampai tingkat berapa yang dimiliki tetapi murni hanya mengisi form form yg isinya tentang ciptaan yg akan di catatkan.

Apa arti dari semua ini dan benefitnya?

Ini adalah harapan bagi semua orang, setiap orang memiliki hak yang sama untuk sukses. Entah apakah kamu bisa bersekolah atau membayar sekolah sampai tingkat tinggi ataupun tidak, yang jelas DJKI memungkinkan semua orang dari latar belakang apapun untuk mendapatkan Hak Moral dan Hak Ekonomi yang diciptakan.

Singkatnya, dengan hak cipta, setiap orang termasuk teman-teman kita yang istimewa/luar biasa (anak sekolah luar biasa/SLB) yang berkarya entah karya gambar, musik atau karya lainnya dapat mendapatkan royalti atau hak ekonomi dari ciptaannya yang kemudian hak ekonomi tersebut dapat digunakan sebagai modal untuk hidup yang lebih baik dan memiliki masa depan yang lebih baik. Amin.


Catatan Kaki

  1. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah

    Peraturan Presiden Nomor 188 Tahun 2024:

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1 ayat (1)
    Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan dasar dan menengah yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

    Pasal 1 ayat (2)
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan dasar dan pendidikan menengah merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

    BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

    Pasal 2 ayat (1)
    Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

    Pasal 2 ayat (2)
    Kementerian dipimpin oleh Menteri.

    Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia

    BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1 ayat (1)
    Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan tinggi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Pasal 1 ayat (2)
    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan tinggi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

    BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

    Pasal 2 ayat (1)
    Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

    Pasal 2 ayat (2)
    Kementerian dipimpin oleh Menteri.

    PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155 TAHUN 2024 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM

    BAB II KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

    Pasal 2 ayat (1)
    Kementerian berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

    Pasal 2 ayat (2)
    Kementerian dipimpin oleh Menteri.

    BAB III ORGANISASI

    Bagian Kesatu
    Susunan Organisasi

    Pasal 7
    Susunan organisasi Kementerian terdiri atas:
    a. Sekretariat Jenderal;
    b. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan;
    c. Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
    d. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual;
    e. Inspektorat Jenderal;
    f. Badan Pembinaan Hukum Nasional;
    g. Badan Strategi Kebijakan Hukum;
    h. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum;
    i. Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan;
    j. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Sosial;
    k. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Penguatan Reformasi Birokrasi.

    Bagian Kelima
    Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual

    Pasal 20 ayat (1)
    Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.

    Pasal 20 ayat (2)
    Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dipimpin oleh Direktur Jenderal.

    ↩ Kembali ke teks